Jumat, 09 September 2011

Siapa suruh "kismin" alias miskin

First writing..

Mengutip perkataan salah satu menteri yang mengatakan "siapa suruh miskin" terkait dengan banyaknya jumlah kecelakaan yang terjadi pada musim mudik 2011 ini.  Meskipun, nyatanya jumlah korban meninggal lebih sedikit daripada tahun lalu, hal ini tetap tidak dapat diacuhkan begitu saja atau malah dianggap sebagai sebuah prestasi.

Jika boleh saya berkomentar sedikit,

Semua orang sudah tahu bahwa kecelakaan sebagian besar didominasi oleh pengendara motor atau pemudik yang memilih kendaraan roda dua sebagai transportasi mereka.  Pilihan mereka ini dapat didasari oleh beberapa hal, diantaranya faktor waktu, biaya, efisiensi dan "momen".  Namun, faktor yang paling sering mempengaruhi pilihan tersebut adalah dari faktor biaya, mengingat hampir atau bahkan justru seluruh jenis transportasi mengalami kenaikan tarif pada waktu-waktu khusus seperti ini.  Dengan sebuah sepeda motor yang sedikit dimodifikasi, pemudik dapat pulang berdua ke kampungnya dengan biaya yang sangat sedikit.  Ambil saja contoh ke Cirebon, dengan motor mungkin pemudik hanya akan menghabiskan biaya sekitar 50 ribu untuk ongkos dua orang.  Lain halnya dengan kereta atau bis, ongkos kedua transportasi tersebut bisa jadi berkali-kali lipat daripada ongkos dengan menggunakan sebuah sepeda motor.

Jadi mungkin saja ini yang dimaksud oleh Pak Menteri, banyak orang miskin yang memilih menggunakan motor karena minimnya biaya tersebut yang menjadi alasannya.

Menurut saya, tidak sepantasnya kata-kata tersebut keluar dari seorang yang duduk di bangku pemerintahan.  Karena bila dilihat, selain karena human error, kecelakaan ini juga terjadi karena kurangnya kualitas infrastruktur yang digunakan untuk menopang besarnya arus pemudik yang ingin pulang ke kampung halaman.  Pengalaman saya sendiri, pengaspalan jalan di Pantura seperti tidak akan pernah halus seperti jalan2 di daerah Sudirman atau Kemayoran yang selalu dijaga kualitasnya.  Seperti kita yang pernah mengendarakan motor tahu, sedikit saja perbedaan ketinggian jalan yang kita lalui dalam kecepatan normal (sekitar 60 km/h), stang motor akan lari kesana kemari.  Apabila ada sesuatu lain dijalan, habis sudah, kita akan jatuh terguling di aspal ataupun semen jalan yang tidak rata tersebut.  Belum lagi, kondisi penerangan yang tidak jelas kualitasnya, padahal saya sudah cukup menyambut inisiatif pemerintah untuk menggunakan lampu LED dengan tenaga surya di daerah Pantura.  Namun yang saya alami adalah lampu-lampu tersebut tidak menyala sebagaimana mestinya, padahal kita tahu bahwa di daerah Pantura, banyak sekali aktifitas warga yang lalu lalang di jalanan umum.  Apabila aktifitas ini tidak dapat terlihat dengan jelas akibat minimnya pencahayaan, maka kecelakaan pun dapat terjadi.

Jadi, alangkah baiknya bila Pak Menteri, yang nyatanya bertanggung jawab atas kondisi infrastruktur tersebut, berusaha untuk memperbaiki semua kesalahan tersebut. Karena semua kondisi infrastruktur harus juga dijaga, bukan hanya dibuat dan lantas diabaikan.

Semoga tulisan saya ini dapat mencerahkan dan memberi kritik yang sehat, juga membangun.

Sidewalker

1 komentar:

  1. yaaaa namanya juga uda diatas kalo liat kebawah lagi mah ntar tuh mentri nyungsep..
    kalo gw duduk dipemerintahan, transportasi masal kayak kereta uda gw buat gratis, slain emang bisa mengurangi kepadatan dijalan raya. yaaa emang pendapatan negara uda banyak koq dari pajak.. cuma orang2nya aj yg tukang korup. lagian dari pada dananya dibuat proyek benerin jalan tiap taunnya, yang dananya lari ga jelas kemana mending buat gratisin transportasi kereta.

    BalasHapus